Rabu, 23 Juni 2010

Bekerja itu Amanah



Bekerja itu Amanah

Penulis : Eko Prasetyo

Pagi-pagi sekali, Pak Jumari sudah membersihkan halaman sekolah. Ya, dia memang bekerja sebagai tukang kebun di sebuah sekolah dasar tempat keponakan saya sekolah. Sudah lebih dari tiga tahun saya mengenalnya. Kalau saja saya tidak mengantarkan keponakan ke sekolah tersebut, bisa jadi saya tak pernah mengenal sosok sederhana beliau.

Kulitnya hitam karena banyak terbakar terik matahari. Otot tangan dan tulang belikatnya menonjol seolah menjadi saksi kerja kerasnya menjalani hidup. Meski usianya sudah beranjak senja, sekitar enam puluh tahunan, Pak Jumari masih tampak segar dan semangat. Siang itu, ketika menjemput keponakan, saya mengajak beliau untuk makan siang bersama di sebuah warung.

Pak Jum, demikian saya biasa menyapa beliau, mengungkapkan bahwa dirinya sudah 13 tahun bekerja sebagai tukang kebun di sekolah dasar tersebut. Dari obrolan kami, saya menyimpan rasa kagum kepada Pak Jum. Beliau menuturkan, jarak antara rumah ke sekolah tempat dia bekerja sekitar 1 km. Meski demikian, beliau berangkat dengan berjalan kaki. Kendati, jam kerjanya mulai pukul enam pagi, Pak Jum sudah berada di sekolah itu setengah jam sebelumnya.

Beliau mengatakan sudah sangat bersyukur meski gajinya per bulan tak seberapa. Berkumpul dengan para guru dan anak-anak membuat dia mengaku kerasan bekerja di situ. "Kulo mboten nyuwun nopo-nopo kalih Gusti Allah, mung sehat thok sampun cekap, Mas (Saya tidak minta apa-apa kepada Allah, sehat saja itu sudah cukup kok, Mas)," tuturnya. Subhanallah, saya memetik pelajaran sederhana dari etos kerja Pak Jumari.

Kini, saya tak pernah lagi melihat Pak Jumari jika sedang menjemput keponakan saya di sekolah tersebut. Saya pun tak bisa melihat beliau sedang menyapu atau membersihkan halaman sekolah itu. Sebab, beberapa waktu lalu, Pak Jum dikabarkan telah meninggal karena sakit diabetes menahun. Saya baru tahu kabar itu dari salah seorang orangtua siswa dan guru sekolah tersebut. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

Meski demikian, saya masih menyimpan beberapa nasihat yang pernah dilontarkan Pak Jum. Mulai etos kerja sampai nasihat agar bekerja sepenuh hati. Dari kesemuanya itu, saya menyimpulkan bahwa bekerja itu adalah amanah.

Saya merenung, betapa banyak orang yang menyepelekan arti amanah dalam bekerja. Saya pernah merasa jengkel saat mengurus perpanjangan KTP beberapa waktu lalu. Seperti diketahui, jam kerja di kelurahan atau instansi-instansi pemerintah lainnya adalah pukul setengah delapan pagi. Namun, hingga pukul sembilan lebih saya menunggu di kelurahan, tak ada orang di situ. Mungkin, jamak terjadi bahwa banyak pegawai pemerintahan yang ngantor telat. Seharusnya masuk pukul setengah delapan pagi, mereka baru masuk kerja pukul sembilan, bahkan sepuluh pagi. Ada pula pegawai yang sudah pulang sebelum jam pulang kantor. Masya Allah.

Tak jarang, di antara para pegawai pemerintahan itu, ada yang jalan-jalan pada saat jam kerja. Yang memprihatinkan, mereka jalan-jalan dengan masih memakai pakaian dinas. Terus, bagaimana dengan pelayanan publik yang menjadi tugas mereka? Sering pula saya temui, kadang produktivitas kerja kalangan pegawai tertentu tidak menonjol. Yang tampak, pegawai kantoran yang main komputer, duduk enjoy, dan ngobrol sambil ngopi. Profesionalitas kerja yang termasuk amanah sering terabai. Masuk kantor telat seakan tak merasa bersalah. Tapi, jika gaji telat, mereka sudah berkoar-koar, mengeluh, dan sebagainya. Masya Allah.

Padahal, jika seorang pegawai menunaikan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh mengharapkan pahala dari Allah, dia telah menunaikan kewajibannya. Dia pun berhak mendapatkan balasan atas pekerjaannya di dunia dan beruntung dengan pahala di kampung akhirat. Bekerja termasuk amanah yang harus dijaga. Sebab, Islam pun mengajarkan tentang pentingnya bersikap profesional.

Allah berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui." (QS. Al-Anfal : 27).

Cuaca di Kota Surabaya cukup terik siang itu. Saya tertegun di depan pagar sekolah saat menjemput keponakan. Tak tampak lagi wajah Pak Jumari yang biasa menyapa saya dengan rendah hati. Tentang sikap amanah, saya resapi dari tutur kata dan semangat bekerja Pak Jumari. Selamat jalan Pak Jum, semoga Allah memberikan tempat yang baik di sisiNya.

Senin, 10 Mei 2010



PELAJARAN DARI RIWAYAT IBRAHIM

Walaupun orang Yahudi mengaku sebagai pelopor kafilah
penganut tauhid, riwayat ini tak masyhur di kalangan
mereka dan tidak beroleh tempat dalam Taurat yang ada
sekarang. Di antara kitab-kitab Ilahi, hanya Al-Qur'an
yang telah meriwayatkannya. Oleh karena itu, kami
sebutkan di bawah ini beberapa pokok yang mengandung
pelajaran bagi manusia, suatu hal yang memang merupakan
tujuan pokok Al-Qur'an ketika meriwayatkan sejarah
berbagai nabi.

1. Riwayat ini merupakan bukti yang jelas tentang
keberanian dan keperkasaan yang luar biasa dari kekasih
Allah (Ibrahim) ini. Tekadnya untuk menghancurkan
manifestasi dan sarana kemusyrikan tak dapat
disembunyikan dari rakyat Namrud. Dengan celaan dan
kecamannya, beliau telah menyatakan perlawanan dan
kebenciannya yang luar biasa terhadap penyembahan
berhala secara sangat nyata. Beliau mengatakan secara
terbuka dan jelas, "Apabila kamu tidak berhenti dari
praktek yang memalukan itu, aku akan membuat keputusan
tentang mereka." Dan pada hari kepergian orang-orang ke
hutan, beliau berkata secara terang-terangan, "Demi
Tuhan, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya
terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi
meninggalkannya." (QS, al-Anbiya', 21:57)

'Allamah Majlisi mengutip dari Imam Ja'far
ash-Shadiq, "Gerakan dan perjuangan satu orang melawan
ribuan orang musyrik merupakan bukti nyata akan
keberanian dan kesabaran Ibrahim, yang tidak
mengkhawatirkan jiwanya dalam mengangkat asma Allah dan
memperkuat dasar penyembahan kepada Tuhan yang Esa."
(lihat Bihar al-Anwar, V, hal. 130).

2. Sepintas nampak seakan penghancuran berhala oleh
Ibrahim merupakan pemberontakan bersenjata dan
permusuhan, tetapi dari percakapannya dengan para
hakim, terbukti bahwa gerakan ini sebenarnya mempunyai
aspek dakwah. Karena, beliau memandang bahwa sebagai
sarana terakhir untuk membangunkan kebijaksanaan dan
kesadaran hati nurani manusia, beliau harus
menghancurkan berhala-berhala itu, kecuali berhala yang
besar, dan meletakkan kapak di bahunya, supaya mereka
dapat mengadakan penyelidikan lebih jauh tentang
sebab-sebab insiden itu. Dan, sebagai ternyata pada
akhirnya, mereka hanya akan menganggap pandangan itu
sebagai ejekan, dan sama sekali tak akan percaya kalau
penghancuran itu dilakukan oleh berhala besar itu.
Dengan demikian, beliau dapat menggunakan hal itu untuk
mendakwahkan pendapatnya dengan mengatakan, "Menurut
pengakuan kalian sendiri, berhala besar itu tidak
mempunyai kekuasaan sedikit pun, lalu mengapa kalian
menyembahnya?" Ini menunjukkan bahwa sejak awal mula,
para nabi hanya menggunakan logika dan argumen sebagai
senjata mereka yang ampuh, dan itu senantiasa membawa
hasil. Kalau tidak, maka apa artinya penghancuran
berhala ketimbang bahaya bagi nyawa Ibrahim? Tindakan
ini tentulah mengandung makna besar bagi misinya, dari
sisi pandang alasan penalaran, sehingga beliau sedia
mengorbankan nyawanya untuk itu.

3. Ibrahim sadar bahwa sebagai akibat tindakannya,
hidupnya akan berakhir. Karenanya, menurut anggapan
umum, ia mestinya akan terguncang, menyembunyikan diri,
atau sekurang-kurangnya berjanji akan berhenti membuat
"lelucon." Tetapi, ia sepenuhnya menguasai semangat dan
emosinya. Misalnya, ketika memasuki kuil berhala, ia
mendekati setiap berhala dan menawarkan mereka makan,
secara olok-olok. Setelah ternyata sia-sia, beliau
menjadikan isi kuil berhala itu onggokan penggalan
kayu, dan menganggap semua itu sebagai sesuatu yang
benar-benar biasa saja, seakan-akan hal itu tidak akan
disusul oleh kematiannya sendiri. Ketika muncul di
pengadilan, beliau menjawab pertanyaan mereka,
"Sesungguhnya seseorang telah melakukannya. Pemimpinnya
ialah yang ini. Karena itu, tanyakanlah kepadanya jika
ia dapat berbicara." Lelucon demikian di hadapan
pengadilan hanya dapat muncul dari seseorang yang siap
sedia menghadapi segala kesudahan tanpa rasa takut atau
ngeri dalam hatinya.

Bahkan, yang lebih menakjubkan lagi ialah sikap
Ibrahim pada saat ia ditempatkan pada pelontar, dan
mengetahui dengan pasti bahwa ia segera akan berada di
tengah api -yang kayu bakarnya tadinya dikumpulkan
orang Babilon untuk melaksanakan upacara suci
keagamaan, dan yang nyalanya membubung dengan dahsyat
sehingga bahkan burung rajawali tak berani terbang di
atasnya. Pada saat itu, Malaikat Jibril turun dan
langit seraya menyatakan kesediaannya untuk memberikan
segala pertolongan kepada Ibrahim. Jibril berkata, "Apa
keinginanmu?" Ibrahim menjawab, "Aku mempunyai hasrat.
Tetapi aku tak dapat memberitahukannya kecuali kepada
Tuhanku." (lihat Al-'Uyun, hal. 136; al-Amali, oleh
Shaduq, hal. 274; Bihar al-Anwar, hal. 35). Jawaban ini
jelas menunjukkan keluhuran dan kebesaran rohani
Ibrahim.

Namrud menanti dengan cemas dan gelisah karena
dendam kesumatnya kepada Ibrahim. Ia begitu ingin
melihat bagaimana api menelannya. Pelontar disiapkan.
Dengan satu sentakan, tubuh Ibrahim, si jawara tauhid
Ilahi, terlempar ke api. Namun, kehendak Tuhan Ibrahim
mengubah neraka buatan itu menjadi taman dengan cara
yang amat mengejutkan mereka, sehingga Namrud tanpa
sengaja berpaling kepada Azar dan berkata, "Tuhan
Ibrahim mencintainya." (Tafsir al-Burhan, III, hal.
64).

Walaupun adanya kejadian itu, Ibrahim tak dapat
mendakwahkan agamanya dengan kebebasan penuh. Akhirnya,
pemerintah waktu itu memutuskan, setelah bermusyawarah,
untuk membuang Ibrahim. Ini membuka suatu bab baru
dalam kehidupan Ibrahim dan menjadi awal perjalanannya
ke Suriah, Palestina, Mesir, dan Hijaz.

BAB BARU DALAM KEHIDUPAN IBRAHIM

Pengadilan di Babilonia memutuskan membuang Ibrahim
dari negeri itu. Beliau pun meninggalkan tempat
kelahirannya, lalu pergi ke Mesir dan Palestina.
Amaliqa, yang menguasai wilayah-wilayah itu,
menyambutnya dengan hangat dan memberikan kepadanya
banyak hadiah, satu di antaranya adalah seorang budak
perempuan bernama Hajar.

Istri Ibrahim, Sarah, belum melahirkan anak hingga saat
itu. Oleh karena itu, ia menyarankan Ibrahim supaya
kawin dengan Hajar, dengan harapan kiranya beliau
diberkati seorang putra, yang akan menjadi sumber
kebahagiaan dan kesenangan mereka. Perkawinan
dilangsungkan, dan Hajar kemudian melahirkan seorang
putra yang diberi nama Ismai'l. Itu terjadi jauh
sebelum Sarah hamil dan melahirkan seorang putra yang
diberi nama Ishaq. (Lihat Sa'd as-Su'ud, hal. 41-42;
Bihar al-Anwar, hal. 118).

Setelah beberapa waktu, sebagaimana diperintahkan
Allah, Ibrahim membawa Isma'il dan ibunya, Hajar ke
selatan (Mekah), dan menempatkan mereka di suatu lembah
yang tak dikenal. Lembah ini tak berpenghuni, dan hanya
kafilah dari Sunah ke Yaman dan sebaliknya yang
memasang tenda di sana. Bila tidak ada kafilah, tempat
ini benar-benar sepi dan hanya merupakan hamparan pasir
membakar sebagaimana bagian-bagian tanah Arab lainnya.

Tinggal di tempat yang mengerikan itu sungguh sulit
bagi seorang perempuan yang telah melewatkan
hari-harinya di negeri Amaliqa. Terik gurun yang
membakar dan anginnya yang amat sangat panas memberikan
bayangan kematian di hadapan mata. Ibrahim sendiri
sangat prihatin atas kenyataan ini. Sementara memegang
kendali hewan tunggangannya dengan maksud mengucapkan
selamat tinggal kepada istri dan anaknya, air matanya
mengalir, dan ia berkata kepada Hajar, "Wahai.Hajar!
Semua ini dilakukan menurut perintah Yang Mahakuasa,
dan perintah-Nya tak dapat dilawan. Bersandarlah pada
rahmat Allah, dan yakinlah bahwa Ia tak akan menistakan
kamu." Kemudian Ibrahim berdoa kepada Allah dengan
penuh khusyuk, "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini
negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dan
buah-buahan kepada penduduknya yang beriman kepada
Allah dan Hari Kemudian." (QS, al-Baqarah, 2:126).

Ketika sedang menuruni bukit, Ibrahim menengok ke
belakang dan berdoa kepada Allah untuk mencurahkan
rahmat-Nya kepada mereka.

Walaupun perjalanan tersebut tampak sangat sulit dan
susah, di kemudian hari terbukti bahwa hal itu
mengandung makna yang amat penting. Di antaranya adalah
pembangunan Ka'bah yang memberikan dasar yang agung
bagi para penganut tauhid untuk mengibarkan panji
penyembahan kepada Allah Yang Esa di Arabia, dan
merupakan fundasi gerakan keagamaan yang besar, yang
akan mendapat bentuk di kemudian hari, yaitu gerakan
besar yang beroperasi di negeri ini melalui pengunci
segala nabi.

BAGAIMANA TERJADINYA SUMBER AIR ZAM-ZAM

Ibrahim mengambil kendali hewan tunggangannya. Dengan
air mata, ia memohon diri kepada tanah Mekah, Hajar,
dan putranya. Tetapi, tak berapa lama kemudian, makanan
dan minuman yang dapat diperoleh si anak dan ibunya
habis, dan air susu Hajar pun kering. Kondisi putranya
mulai merosot. Air mata mengucur dari ibu yang terasing
itu dan membasahi pangkuannya. Dalam keadaan amat
bingung, ia bangkit berdiri lalu pergi ke bukit Shafa.
Dari sana ia melihat suatu bayangan dekat bukit Marwah.
Ia pun lari ke sana. Namun, pemandangan palsu itu
sangat mengecewakannya. Tangisan dan keresahan putranya
tercinta menyebabkan ia lari lebih keras ke sana ke
mari. Demikianlah, ia berlari tujuh kali antara bukit
Shafa dan Marwah untuk mencari air, tetapi pada
akhirnya ia kehilangan semua harapan, lalu kembali
kepada putranya.

Si anak tentulah telah hampir sampai pada nafasnya yang
terakhir. Kemampuannya meratap atau menangis sudah
tiada. Namun, justru pada saat itu doa Ibrahim
terkabul. Ibu yang letih lesu itu melihat bahwa air
jernih telah mulai keluar dari bawah kaki Isma'il. Sang
ibu, yang sedang menatap putranya dan mengira ia akan
mati beberapa saat lagi, merasa sangat gembira melihat
air itu. Ibu dan anak itu minum sampai puas, dan kabut
putus asa vang telah merentangkan bayangannya pada
kehidupan mereka pun terusir oleh angin rahmat
Ilahi.(lihat Tafsir al-Qummi, hal. 52; Bihar al-Anwar,
II, hal. 100).

Munculnya sumber air ini, yang dinamakan Zamzam, sejak
hari itu, membuat burung-burung air terbang di atasnya,
membentangkan sayapnya yang lebar sebagai penaung
kepala ibu dan anak yang telah menderita itu.
Orang-orang dari suku Jarham, yang tinggal jauh dari
lembah ini, melihat burung-burung yang beterbangan ke
sana ke mari itu. Mereka lalu menyimpulkan bahwa telah
ada air di sekitarnya. Mereka mengutus dua orang untuk
mengetahui keadaan itu. Setelah lama berkeliling, kedua
orang itu sampai ke pusat rahmat Ilahi itu. Ketika
mendekat, mereka melihat seorang wanita dan seorang
anak sedang duduk di tepi suatu genangan air. Mereka
segera kembali dan melaporkan hal itu kepada para
pemimpin sukunya. Para anggota suku itu segera memasang
kemah mereka di sekitar sumber air yang diberkati itu,
dan Hajar pun terlepas dari kesulitan dan pahitnya
kesepian yang dideritanya. Isma'il tumbuh sampai dewasa
sebagai pemuda yang ramah. Ia pun mengadakan ikatan
perkawinan dengan wanita suku Jarham. Dengan demikian,
ia beroleh dukungan dan menjadi anggota masyarakat
mereka. Oleh karena itu, dari sisi ibu, keturunan
Isma'il berfamili dengan suku Jarham.

MEREKA BERTEMU KEMBALI

Setelah meninggalkan putranya yang tercinta di tanah
Mekah atas perintah Allah Yang Mahakuasa, kadang-kadang
Ibrahim berpikir untuk pergi melihat putranya. Pada
salah satu perjalanannya, ia sampai di Mekah dan
mendapatkan bahwa putranya tidak ada di rumah. Waktu
itu, Isma'il telah tumbuh menjadi lelaki dewasa dan
telah kawin dengan seorang gadis suku Jarham. Ibrahim
bertanya kepada istri Ismai'l, "Di mana suamimu?"
Perempuan itu menjawab, "Ia telah keluar untuk
berburu!" Kemudian Ibrahim bertanya kepadanya apakah ia
mempunyai makanan. Ia menjawab tak ada.

Ibrahim sangat sedih melihat kekasaran istri putranya.
Ia lalu berkata kepada menantunya itu, "Bila Isma'il
pulang, sampaikan kepadanya salam saya, dan katakan
pula kepadanya untuk mengganti ambang pintu rumahnya."
Kemudian Ibrahim pergi.

Ketika kembali, Isma'il mencium bau ayahnya. Dari
keterangan istrinya, ia menyadari bahwa orang yang
telah mengunjungi rumahnya adalah memang ayahnya. Ia
juga mengerti bahwa pesan yang ditinggalkan ayahnya
berati bahwa beliau (Ibrahim) menghendakinya
menceraikan istrinya sekarang dan menggantikannya
dengan yang lain, karena beliau memandang istrinya yang
sekarang tidak pantas menjadi kawan hidupnya.(lihat
Bihar al-Anwar, hal. 112, sebagaimana dikutip dari
Qishash al-Anbiya'))

Mungkin dapat dipertanyakan mengapa setelah melakukan
perjalanan sejauh itu, Ibrahim tidak menunggu sampai
putranya pulang dari berburu, tapi langsung pergi lagi
tanpa melihatnya. Para sejarawan menerangkan bahwa
Ibrahim pulang dengan tergesa-gesa karena telah
berjanji kepada Sarah bahwa beliau tak akan tinggal
lama di sana. Setelah perjalanan ini, ia juga
diperintahkan Allah Yang Mahakuasa untuk melaksanakan
suatu perjalanan lagi ke Mekah, untuk mendirikan Ka'bah
guna menarik hati orang yang beriman tauhid .

Al-Qur'an menyatakan bahwa menjelang hari-hari terakhir
Ibrahim, Mekah telah tumbuh menjadi sebuah kota,
karena, setelah menyelesaikan tugasnya, ia berdoa
kepada Allah, "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri
yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari
menyembah berhala." (QS Ibrahim, 14:35). Dan ketika
tiba di gurun Mekah, ia berdoa, "Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri ini negeri yang aman sentosa." (QS al-Baqarah,
2:126).

SERI 2 TAUHID IBRAHIM


PENJELASAN LOGIKA IBRAHIM

Ibrahim sangat menyadari bahwa Allah menguasai alam
semesta, tetapi pertanyaannya adalah: Apakah sumber
kekuatan itu terdiri dari benda-benda langit ini, atau
suatu Wujud Yang Mahakuasa, yang lebih tinggi
daripadanya? Setelah mengkaji kondisi-kondisi benda
yang berubah-ubah ini, Ibrahim mendapatkan bahwa
wujud-wujud yang cerah dan bersinar itu sendiri tunduk
pada ketetapan -terbit, terbenam, dan lenyap- menurut
sistem tertentu dan berotasi pada suatu jalan yang tak
berubah-ubah. Ini membuktikan bahwa mereka tunduk pada
kehendak dari sesuatu yang lain; suatu kekuatan yang
lebih besar dan lebih kuat mengontrol mereka dan
membuat mereka berotasi pada orbit yang telah
ditentukan.

Marilah kita bahas masalah ini lebih lanjut. Alam
semesta sepenuhnya memiliki "peluang-peluang" dan
"kebutuhan-kebutuhan." Berbagai makhluk dan fenomena
alami tak pernah lepas dari Yang Mahakuasa. Mereka
membutuhkan Tuhan Yang Mahatahu dalam setiap detik,
siang dan malam - Tuhan yang tidak pernah lalai akan
kebutuhan mereka. Benda-benda langit itu hadir dan
diperlukan pada suatu saat dan tak hadir serta tak
berguna pada saat lainnya. Wujud seperti itu tidak
mempunyai kemampuan yang diperlukan untuk menjadi tuhan
dan wujud lainnya, untuk memenuhi kebutuhan dan
keperluan mereka

Teori ini dapat diperluas dalam bentuk berbagai
pernyataan teoritis dan filosofis. Misalnya, kita
mungkin mengatakan: Benda-benda langit ini bergerak dan
berputar pada sumbunya masing-masing. Apabila
gerakannya itu tanpa pilihan dan atas paksaan
semata-mata, tentulah ada tangan yang lebih kuat yang
mengendalikannya. Apabila gerakannya sesuai dengan
kehendaknya sendiri, haruslah dilihat apakah tujuan
dari gerakan itu. Apabila mereka bergerak untuk
mencapai kesempurnaan, seperti benih yang bangkit dari
bumi untuk tumbuh menjadi pohon dan berbuah, maka itu
berarti mereka memerlukan suatu wujud yang independen,
kuasa, dan bijaksana yang akan menyingkirkan
kekurangan-kekurangan mereka dan menganugerahkan kepada
mereka sifat kesempurnaan. Apabila gerakan dan rotasi
mereka menuju kepada kelemahan dan kekurangan, dan
halnya seperti orang yang melewati usia puncaknya dan
memasuki sisi usia yang salah, maka itu berarti
gerakannya cenderung kepada kemunduran dan kehancuran,
dan dengan demikian tidak sesuai dengan posisi sebagai
tuhan yang akan menguasai dunia dan segala isinya.

METODE DISKUSI DAN DEBAT PARA NABI

Sejarah para nabi menunjukkan bahwa mereka memulai
program reformasi dengan mengundang para anggota
keluarga mereka kepada jalan yang benar, kemudian
mereka memperluas dakwah itu kepada orang lain. Ini
pulalah yang dilakukan Nabi Muhammad segera setelah
beliau ditunjuk sebagai nabi. Pertama-tama beliau
mengajak kaumnya sendiri kepada Islam, dan meletakkan
fundasi dakwahnya pada reformasi mereka, sesuai dengan
perintah Allah, "Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS, asy-Syu'ara',
26:2l3)

Ibrahim juga mengambil metode yang sama. Mula-mula
beliau berusaha mereformasi kaum kerabatnya. Azar
menduduki posisi yang sangat tinggi di kalangan
familinya, karena, selain terpelajar dan seorang
seniman, ia juga ahli astrologi. Di istana Namrud,
kata-katanya sangat berpengaruh, dan
kesimpulan-kesimpulan astrologinya diterima semua
penghuni istana.

Ibrahim sadar bahwa apabila ia herhasil meraih Azar ke
pihaknya maka ia akan merebut benteng terkuat dari para
penyembah berhala. Oleh karena itu, ia menasihatinya
dengan cara sebaik mungkin supaya tidak mcnyembah
benda-benda mati. Tetapi, karena beberapa alasan, Azar
tidak menerima ajakan dan nasihat Ibrahim. Namun,
sejauh berhubungan dengan kita, hal terpenting dalam
episode ini ialah metode dakwah dan bentuk percakapan
Ibrahim dengan Azar. Lewat kajian mendalam dan cermat
terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang merekam percakapan
ini, metode argumen dan dakwah yang ditempuh para nabi
itu menjadi amat sangat jelas. Marilah kita lihat
bagaimana Ibrahim mengajak Azar kepada jalan yang
benar:

"Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, 'Wahai
ayahku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak
mendengar; tidak melihat, dan tidak menolong kamu
sedikitpun. Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang
kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang
kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai ayahku,
janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan
itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai
ayahku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan
ditimpa azab dan Tuhan Yang Maha Pemurah, sehingga
jadilah kamu kawan syaitan.'" (QS, Maryam, 19:42-45)

Sebagai jawaban atas ajakan Ibrahim, Azar berkata,
"Beranikah engkau menyangkal tuhan-tuhanku, hai
Ibrahim? Bertobatlah dari ketololan itu! Kalau tidak,
engkau akan dirajam sampai mati. Keluarlah segera dari
rumahku!"

Ibrahim yang murah hati menerima kata-kata kasar Azar
ini dengan ketenangan sempurna seraya menjawab, "Salam
atasmu. Aku akan memohon kepada Tuhanku untuk
mengampunimu."

Adakah jawaban yang lebih pantas dan ucapan yang lebih
patut daripada kata-kata Ibrahim ini?

APAKAH AZAR AYAH IBRAHIM?

Ayat-ayat yang dikutip di atas, maupun ayat (15) surah
at-Taubah dan (14) surah al-Mumtahanah, seakan memberi
kesan hubungan Azar dengan Ibrahim sebagai ayah dan
anak. Namun, perlu diinformasikan di sini bahwa dari
perspektif Syi'ah, penyembah berhala Azar sebagai ayah
Ibrahim tidaklah sesuai dengan konsensus para ulama
mereka yang percaya bahwa nenek moyang Nabi Muhammad
maupun semua nabi lainnya adalah orang-orang takwa yang
beriman tauhid. Ulama besar Syi'ah, Syekh Mufid,
memandang anggapan ini sebagai salah satu pendapat yang
disepakati seluruh ulama Syi'ah dan sejumlah besar
ulama Sunni (lihat Awa'il al-Malaqat, hal. 12). Oleh
karena itu, timbul pertanyaan: Apakah sesungguhnya
maksud ayat-ayat yang nampak jelas itu, dan bagaimana
masalah ini harus dipecahkan?

Banyak mufasir Al-Qur'an menegaskan bahwa walaupun kata
ab dalam bahasa Arab biasanya digunakan dalam arti
"ayah," kadang-kadang kata itu juga digunakan dalam
leksikon Arab dan terminologi Al-Qur'an dalam arti
"paman." Dalam ayat berikut, misalnya, kata ab berarti
"paman"

"Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan
[tanda-tanda] maut, ketika ia berkata kepada
anak-anaknya, 'Apa yang kamu sembah sepeninggalku?'
Mereka menjawab, 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan
ab-Smu, [yakni] Ibrahim, Isma'il, dan Ishaq, [yaitu]
Tuhan Yang Maha Esa, dan kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya." (QS, al-Baqarah, 2:133)

Tiada keraguan bahwa Isma'il adalah paman Ya'qub, bukan
ayahnya, karena Ya'qub adalah putra Ishaq yang saudara
Isma'il. Walaupun demikian, putra-putra Ya'qub
memanggilnya "ayah Ya'qub" yakni ab Ya'qub. Karena kata
ini mengandung dua makna, maka pada ayat-ayat yang
berhubungan dengan diajaknya Azar ke jalan yang benar
oleh Ibrahim, boleh jadi yang dimaksud dengannya adalah
"paman." Dan boleh jadi pula Ibrahim memanggilnya
"ayah," karena ia telah bertindak sebagai wali baginya
dalam waktu yang panjang, dan Ibrahim memandangnya
sebagai ayahnya.

AZAR DALAM AL-QUR'AN

Dengan maksud untuk mendapatkan keputusan Al-Qur'an
tentang hubungan Ibrahim dengan Azar, kami merasa perlu
mengundang perhatian pembaca pada keterangan dua ayat:

1. Sebagai akibat usaha keras Nabi, Arabia disinari
cahaya Islam. Kebanyakan rakyat memeluk agama ini
dengan sepenuh hati, dan menyadari bahwa syirik dan
pemujaan berhala akan berakhir di neraka. Walaupun
mereka bahagia karena telah memasuki agama yang benar,
mereka merasa sedih mengingat nenek moyang mereka
yang penyembah berhala. Mendengar ayat-ayat yang
menggambarkan nasib kaum musyrik di Hari Pengadilan,
terasa berat bagi mereka. Untuk menjauhkan siksaan
mental ini, mereka memohon kepada Nabi untuk berdoa
kepada Allah bagi keampunan nenek moyang mereka yang
telah mati sebagai orang kafir, sama sebagaimana
Ibrahim berdoa bagi Azar. Namun, ayat berikut
diwahyukan sebagai jawaban atas permohonan mereka:

"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang
beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang
musyrik, walaupun orang musyrik itu adalah kaum
kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya
orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.
Permintaan ampun dari Ibrahim kepada Allah untuk
ayahnya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang
telah diikrarkannya kepada ayahnya itu. Tatkala jelas
bagi Ibrahim bahwa ayahnya itu adalah musuh Allah,
Ibrahim pun berlepas diri darinya. Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya
bagi penyantun." (QS, at-Taubah, 9:113-114)

Akan nampak lebih masuk akal apabila percakapan
Ibrahim dengan Azar, dan janjinya kepada Azar untuk
mendoakan bagi keampunannya, yang berakhir dengan
putusnya hubungan serta perpisahan mereka, terjadi
ketika Ibrahim masih muda, yakni ketika ia masih
tinggal di Babilon dan belum berniat ke Palestina,
Mesir, dan Hijaz. Setelah mengkaji ayat ini, dapat
disimpulkan bahwa Azar bersikeras pada kekafiran dan
penyembahan berhalanya, dan Ibrahim, yang masih muda,
memutuskan hubungannya dengan Azar dan tak pernah
memikirkannya lagi sesudah itu.

2. Di bagian terakhir masa hidupnya, yakni ketika ia
telah lanjut usia, setelah melaksanakan sebagian besar
tugasnya (yakni pembangunan Ka'bah) dan membawa istri
dan anaknya ke gurun kering Mekah, ia berdoa dari lubuk
hatinya bagi sejumlah orang, termasuk kedua orang
tuanya, dan memohon agar doanya dikabulkan Allah. Pada
waktu itu beliau berdoa, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah
aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang mukmin pada
hari terjadinya hisab (hari kiamat)." (QS, Ibrahim
14:41)

Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa doa itu
diucapkan setelah selesainya pembangunan Ka'bah, ketika
Ibrahim sudah berada di usia tuanya. Apabila sang ayah
dalam ayat ini, yang kepadanya telah ia persembahkan
cinta dan bakti dan yang didoakannya, adalah Azar itu,
maka ini akan berarti bahwa Ibrahim tidak berlepas diri
darinya sepanjang hidupnya, dan terkadang beliau juga
berdoa untuknya. Padahal, ayat pertama, yang diwahyukan
sebagai jawaban atas permohonan para keturunan
musyrikin itu, menjelaskan bahwa setelah suatu waktu,
ketika ia masih muda, Ibrahim telah memutuskan segala
hubungan dengan Azar dan menjauh darinya - berlepas
diri berarti tidak lagi saling berbicara, tidak peduli,
dan tidak saling mendoakan keselamatan.

Ketika dua ayat ini dibaca bersama-sama, terlihat jelas
bahwa orang yang dibenci Ibrahim di usia mudanya, yang
dengannya ia memutuskan segala hubungan kepentingan dan
cinta, bukanlah orang yang diingatnya hingga usia
tuanya, yang untuk keampunan dan keselamatannya ia
berdoa (lihat Majma' al-Bayan, III, hal. 319; al-Mizan,
VII, 170).

IBRAHIM, SI PENGHANCUR BERHALA

Saat perayaan mendekat, penduduk Babilon berangkat ke
hutan untuk melepaskan lelah, memulihkan tenaga mereka,
dan melaksanakan upacara perayaan itu. Kota menjadi
sepi. Perbuatan Ibrahim, celaan dan kecamannya, telah
mencemaskan mereka. Karena itu, mereka mendesak Ibrahim
untuk pergi bersama mereka dan ikut serta dalam upacara
perayaan. Namun, usul dan desakan mereka datang
bertepatan dengan sakitnya Ibrahim. Karena itu, sebagai
jawabannya, Ibrahim mengatakan sedang sakit dan tak
akan menyertai upacara perayaan itu.

Sesungguhnya, itulah hari gembira bagi sang tokoh
tauhid, sebagaimana bagi para musyrik itu. Bagi kaum
musyrik, itu adalah pesta perayaan yang sangat tua.
Mereka pergi ke kaki gunung di lapangan-lapangan hijau
untuk melaksanakan upacara perayaan dan menghidupkan
adat kebiasaan nenek moyang mereka. Bagi si jawara
tauhid, hari itu pun merupakan hari raya besar pertama
yang telah lama dirindukannya, untuk menghancurkan
manifestasi kekafiran dan kemusyrikan, ketika kota
sedang bersih dan lawan-lawannya.

Ketika "keloter" terakhir penduduk meninggalkan kota,
Ibrahim merasa bahwa saat itulah kesempatannya. Dengan
hati penuh keyakinan dan iman kepada Allah, beliau
memasuki rumah berhala. Di dalamnya beliau menemukan
penggalan-penggalan kayu berpahat, berhala-berhala yang
tak bernyawa. Ia ingat akan banyaknya makanan yang
biasa dibawa oleh para penyembah berhala ke kuil mereka
sebagai sajian untuk beroleh rahmat. Beliau lalu
mengambil sepiring roti yang ada di situ. Sambil
mengunjukkannya kepada berhala-berhala itu, beliau
berkata mengejek, "Mengapa tidak kamu makan segala
macam makanan ini?" Tentulah tuhan buatan kaum musyrik
itu tak mampu bergerak sedikit pun, apalagi memakan
sesuatu. Keheningan membisu menguasai kuil berhala yang
luas itu, yang hanya terpecah oleh pukulan-pukulan
keras Ibrahim pada tangan, kaki, dan tubuh
berhala-berhala itu. Ia menghancurkan semua berhala
itu, hingga menjadi tumpukan puing kayu dan logam yang
berhamburan di tengah kuil itu. Tetapi, ia membiarkan
berhala yang paling besar, lalu meletakkan kapak di
bahunya. Ini dilakukannya dengan sengaja. Ia tahu bahwa
ketika kembali dari hutan, kaum musyrik akan memahami
kedudukan sesungguhnya dan akan memandang situasi yang
nampak itu sebagai sengaja dibuat-buat, karena tak akan
mungkin mereka percaya bahwa penghancuran
berhala-berhala lain itu telah dilakukan oleh berhala
besar yang sama sekali tak berdaya untuk bergerak atau
melakukan sesuatu. Pada saat itu, beliau pun akan
menggunakan situasi itu untuk dakwah. Mereka sendiri
akan mengaku bahwa berhala itu sama sekali tidak
mempunyai kekuatan. Maka bagaimana mungkin ia akan
menjadi penguasa dunia?

Matahari bergerak turun di cakrawala. Orang mulai
pulang berkelompok-kelompok ke kota. Waktu untuk
melaksanakan upacara pemujaan berhala pun tiba, dan
sekelompok penyembah berhala memasuki kuil. Pemandangan
yang tak terduga, yang dengan jelas menunjukkan
nistanya dan rendahnya tuhan-tuhan mereka,
menghentakkan mereka semua. Hening seperti maut
meliputi kuil itu. Setiap orang gelisah. Tetapi, salah
seorang di antara mereka memecahkan kesunyian dengan
berkata, "Siapa yang telah melakukan kejahatan ini?"
Kutukan terhadap berhala oleh Ibrahim di waktu lalu,
dan kecamannya yang terang-terangan terhadap pemujaan
berhala, meyakinkan mereka bahwa hanya dialah yang
mungkin melakukan semua itu. Sidang pengadilan pun
diadakan di bawah pengawasan Namrud, dan si remaja
Ibrahim serta ibunya dibawa ke pengadilan.

Si ibu dituduh menyembunyikan kelahiran anaknya dan
tidak melaporkannya ke kantor khusus pemerintahan untuk
dibunuh. Ia memberikan jawaban atas tuduhan itu, "Saya
menyimpulkan bahwa sebagai akibat keputusan terakhir
pemerintah waktu itu -yakni pembunuhan anak-anak-
manusia di negara ini sedang dimusnahkan. Saya tidak
memberitahukan kepada kantor pemerintah tentang putra
saya, karena saya hendak melihat bagaimana ia maju di
masa depan. Apabila ia membuktikan diri sebagai orang
yang telah diramalkan para pendeta peramal itu, akan
ada alasan bagi saya untuk melaporkannya kepada polisi
agar mereka tidak lagi menumpahkan darah anak-anak
lain. Dan apabila ia ternyata bukan orang itu, maka
saya telah menyelamatkan seorang muda di negara ini
dari pembunuhan." Argumen ibu itu sangat memuaskan para
hakim.

Sekarang Ibrahim diperiksa. "Keadaan menunjukkan bahwa
berhala besar telah melakukan semua pukulan itu. Dan
apabila berhala itu dapat berkata, sebaiknya Anda
tanyakan kepadanya." Jawaban bernada ejekan dan
penghinaan ini dimaksudkan untuk mencapai sasaran lain.
Ibrahim yakin bahwa orang-orang itu akan berkata,
"Ibrahim! Engkau tahu sepenuhnya bahwa berhala-berhala
itu tak dapat berbicara. Mereka pun tidak mempunyai
kehendak atau akal." Dalam hal itu, Ibrahim dapat
meminta perhatian sidang pengadilan tentang satu hal
yang mendasar. Kebetulan, apa yang terjadi sama dengan
yang diharapkannya. Sehubungan dengan pernyataan
orang-orang itu yang membuktikan kelemahan, kehinaan,
dan tidak berdayanya berhala-berhala itu, Ibrahim
berkata, "Apabila mereka memang demikian, mengapa kamu
menyembah dan berdoa kepada mereka untuk mengabulkan
permohonan kamu?"

Kejahilan, keras kepala, dan peniruan membuta menguasai
hati dan pikiran para hakim. Terhadap jawaban Ibrahim
yang tak terbantah itu, mereka tidak beroleh pilihan
lain kecuali memberikan keputusan yang sesuai dengan
keinginan pemerintah masa itu. Ibrahim harus dibakar
hidup-hidup.

Setumpukan besar kayu bakar dinyalakan, dan jawara
tauhid itu dilemparkan ke dalam api yang berkobar.
Namun, Allah Yang Mahkuasa mengulurkan tangan kasih dan
rahmat-Nya kepada Ibrahim dan menjadikanNya kebal.
Allah mengubah neraka buatan manusia itu menjadi taman
hijau yang sejuk.

Ibrahim Bapak Tauhid

Rata Tengah

IBRAHIM BAPAK TAUHID UMAT MANUSIA
oleh Ja'far Subhani, hal. 50 - 69

MENGAPA ADA PEMUJAAN KEPADA MAKHLUK

Faktor-faktor yang menimbulkan penyembahan manusia
kepada ciptaan adalah ketidaktahuannya dan tuntutan
alami yang mutlak dalam dirinya yang pada umumnya
mempercayai adanya suatu penyebab bagi setiap fenomena.
Di satu sisi, manusia, yang dikuasai oleh kodrat alami,
merasa harus mencari perlindungan di suatu tempat, pada
suatu pewenang kuat yang mampu menciptakan sistem yang
unik ini. Namun, di sisi lain, ketika ia bermaksud
menempuh jalan ini tanpa tuntunan para nabi -pemandu
Ilahi dan telah ditunjuk untuk menjamin kesempurnaan
perjalanan rohani manusia- ia mencari perlindungan pada
makhluk-makhluk tak-bernyawa, hewan, ataupun sesama
manusia sebelum ia dapat mencapai tujuannya yang
sesungguhnya, yakni Tuhan Yang Esa, dan mendapatkan
jejak-jejak-Nya dengan mengamati tanda-tanda penciptaan
dan mencari perlindungan pada-Nya. Oleh karena itu, ia
membayangkan bahwa inilah obyek yang dicari-carinya.
Melihat ini, para ilmuwan mengakui, setelah mengkaji
kitab-kitab Ilahi dan cara bagaimana dakwah disampaikan
kepada manusia oleh para nabi serta argumentasi mereka,
bahwa tujuan para nabi bukanlah untuk meyakinkan
manusia tentang adanya pencipta alam semesta.
Sesungguhnya, peran mereka yang mendasar ialah
membebaskan manusia dan cengkeraman syirik (politeisme)
dan penyembahan berhala. Dengan kata lain, mereka
datang untuk mengatakan kepada manusia, "Hai manusia!
Allah yang kita semua percaya akan keberadaan-Nya
adalah ini, bukan itu. Ia esa, bukan berbilang. Jangan
memberikan status Allah kepada makhluk. Terimalah Allah
sebagai Yang Esa. Jangan menerima mitra atau sekutu apa
pun bagi-Nya."

Kalimat "tiada Tuhan selain Allah," membuktikan apa
yang kami katakan di atas. Inilah titik mula dakwah
Nabi Muhammad. Maksud kalimat ini ialah, tak ada
sesuatu yang patut disembah selain Allah, dan ini
berarti bahwa adanya Pencipta telah merupakan fakta
yang diakui, sehingga manusia dapat diajak untuk
menerima kemaha-esaan-Nya. Kalimat ini menunjukkan
bahwa di mata manusia zaman itu, bagian pertama -adanya
Tuhan yang menguasai alam semesta- bukanlah hal yang
perlu dipertengkarkan. Disamping itu, kajian terhadap
kisah-kisah Qur'ani dan percakapan para nabi dengan
umat zamannya memperjelas masalah ini.

[Catatan kaki: Tetapi, bagaimana konsepsi mereka
tentang berhala? Apakah mereka memandangnya patut
disembah dan hanya untuk menjadi perantara, ataukah
mereka berpikir bahwa berhala-berhala itu pun mempunyai
kekuasaan seperti Allah? Masalah ini berada di luar
bahasan kita sekarang, walaupun pandangan pertama itu
kuat dan terbukti.]

TEMPAT KELAHIRAN NABI IBRAHIM

Jawara Tauhid ini dilahirkan di lingkungan gelap
penyembahan berhala dan penyembahan manusia. Manusia
menundukkan kerendahan hati kepada berhala yang dibuat
dengan tangannya sendiri, atau kepada bintang-bintang.
Dalam situasi ini, hal yang mengangkat kedudukan
Ibrahim dan menyukseskan usahanya adalah kesabaran dan
ketabahannya.

Tempat kelahiran pembawa panji tauhid ini adalah
Babilon. Para sejarawan telah menyatakan negeri itu
sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Mereka
telah mencatat banyak riwayat tentang keagungan dan
kehebatan peradaban wilayah itu. Sejarawan Yunani
kenamaan, Herodotus (483-425 SM), menulis, "Babilon
dibangun di sebuah lapangan persegi-panjang setiap
sisinya 480 km (120 league), sehingga kelilingnya 1.920
km. Pernyataan ini, betapapun dibesar-besarkan,
mengungkapkan realitas yang tak terbantah-apabila
dibaca bersama tulisan-tulisan lainnya.

Namun, dari pemandangannya yang menarik dan
istana-istananya yang tinggi, tak ada lagi yang dapat
dilihat sekarang selain tumpukan lempung, di antara
sungai Tigris dan Efrat, yang diliputi kebungkaman
maut. Kebungkaman itu kadang-kadang dipecahkan oleh
para orientalis yang melakukan penggalian untuk
mendapatkan informasi tentang peradaban Babilonia.

Nabi Ibrahim, pelopor tauhid, dilahirkan di masa
pemerintahan Namrud putra Kan'an. Walaupun Namrud
menyembah berhala, ia juga mengaku sebagai tuhan
(dewa). Dengan memanfaatkan kejahilan rakyat yang mudah
percaya, ia memaksakan kepercayaannya kepada mereka.

Mungkin nampak agak ganjil bahwa seorang penyembah
berhala mengaku pula sebagai dewa. Namun, Al-Qur'an
memberikan kepada kita suatu contoh lain tentang
kepercayaan ini. Ketika Musa mengguncang kekuasaan
Fir'aun dengan logikanya yang kuat dan menguak
kebohongannya dalam suatu pertemuan umum, para
pendukung Fir'aun berkata kepadanya, "Apakah kamu
membiarkan Musa dan kaumnya membuat kerusakan di negeri
ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?"
(QS, Surah al-A'raf, 7:127). Telah termasyhur bahwa
Fir'aun mengaku sebagai tuhan dan biasa menyerukan,
"Aku adalah tuhanmu yang tertinggi." Namun ayat ini
menunjukkan bahwa ia juga seorang penyembah berhala.

Dukungan terbesar yang diperoleh Namrud datang dari
para astrolog dan penenung yang dipandang sebagai
orang-orang pintar di zaman itu. Ketundukan mereka ini
membuka jalan bagi Namrud untuk memanfaatkan kaum
tertindas dan kalangan bodoh. Selain itu, sebagian
famili Ibrahim, misalnya Azar yang membuat berhala dan
juga memahami astrologi, termasuk pengikut Namrud. Ini
saja sudah merupakan halangan besar bagi Ibrahim,
karena di samping harus berjuang melawan kepercayaan
umum itu, ia juga harus menghadapi perlawanan kaum
kerabatnya sendiri.

Namrud telah menerjunkan diri ke dalam laut kepercayaan
takhayul. Ia telah membentangkan permadani untuk pesta
dan minum-minum ketika para astrolog membunyikan
lonceng bahaya pertama seraya mengatakan, "Pemerintahan
Anda akan runtuh melalui seorang putra negeri ini."
Ketakutan laten Namrud bangkit. Ia bertanya, "Apakah ia
telah lahir atau belum?" Para astrolog itu menjawab
bahwa ia belum lahir. Ia kemudian memerintahkan supaya
diadakan pemisahan antara perempuan dan laki-laki-di
malam yang, menurut ramalan para astrolog, kehamilan
musuh mautnya itu akan terjadi. Walaupun demikian, para
algojonya membunuh anak-anak laki-laki. Para bidan
diperintahkan untuk melaporkan rincian tentang
anak-anak yang baru lahir ke suatu kantor khusus.

Pada malam itu juga terjadi kehamilan Ibrahim. Ibunya
hamil dan, seperti ibu Musa putra 'Imran, ia
merahasiakan kehamilan itu. Setelah melahirkan, ia
menyelamatkan diri ke suatu gua yang terletak di dekat
kota itu, untuk melindungi nyawa anaknya tersayang. Ia
meninggalkan anaknya di suatu sudut gua, dan
mengunjunginya di waktu siang atau malam, tergantung
situasi. Dengan berlalunya waktu, Namrud merasa aman.
Ia percaya bahwa musuh tahta dan pemerintahannya telah
dibunuh.

Ibrahim menjalani tiga belas tahun kehidupannya dalam
sebuah gua dengan lorong masuk yang sempit, sebelum
ibunya membawanya keluar. Ketika muncul di tengah
masyarakat, para pendukung Namrud merasa bahwa ia orang
asing. Terhadap hal itu, ibunya berkata, "Ini anak
saya. Ia lahir sebelum ramalan para astrolog." (Tafsir
al-Burhan, I, h. 535).

Ketika keluar dari gua, Ibrahim memperkuat keyakinan
batinnya dalam tauhid dengan mengamati bumi dan langit,
bintang-bintang yang bersinar, dan pohon-pohonan yang
hijau. Ia menyaksikan masyarakat yang aneh. Dilihatnya
sekelompok orang yang memperlakukan sinar bintang
dengan sangat tolol. Ia juga melihat beberapa orang
dengan tingkat kecerdasan yang bahkan lebih rendah.
Mereka membuat berhala dengan tangan sendiri, kemudian
menyembahnya. Yang terburuk dari semuanya ialah bahwa
seorang manusia, dengan mengambil keuntungan secara tak
semestinya dari kejahilan dan kebodohan rakyat, mengaku
sebagai tuhan mereka dan menyatakan diri sebagai
pemberi hidup kepada semua makhluk dan penakdir semua
peristiwa.

Nabi Ibrahim merasa harus mempersiapkan diri untuk
memerangi tiga kelompok yang berbeda ini.

IBRAHIM BERJUANG MELAWAN PENYEMBAHAN BERHALA

Kegelapan penyembahan berhala telah meliputi seluruh
Babilon, tempat lahir Nabi Ibrahim, Banyak tuhan dunia
dan langit telah merenggut hak menalar dan berpikir
dari berbagai lapisan masyarakat. Sebagiannya memandang
tuhan-tuhan itu memiliki kekuasaan sendiri, sedang yang
lainnya memperlakukan mereka sebagai perantara untuk
memperoleh nikmat dari Tuhan Yang Mahakuasa.

RAHASIA POLITEISME

Orang Arab sebelum datangnya Islam percaya bahwa setiap
makhluk dan setiap gejala tentulah mempunyai penyebab
tersendiri, dan bahwa Tuhan Yang Esa tidak mampu
menciptakan semuanya. Pada masa itu, ilmu pengetahuan
memang belum menemukan hubungan antara makhluk dan
fenomena alami serta berbagai kejadian. Sebagai
akibatnya, orang-orang itu mengkhayalkan bahwa semua
mahluk dan berbagai fenomena alami berdiri
sendiri-sendiri dan tidak ada kaitan satu sama lain.
Karena itu, mereka menganggap bahwa untuk setiap
fenomena seperti hujan dan salju, gempa bumi dan
kematian, paceklik dan kesukaran, perdamaian dan
ketentraman, kekejaman dan pertumpahan darah, dan
sebagainya, ada tuhannya masing-masing. Mereka tak
menyadari bahwa seluruh alam semesta adalah suatu
kesatuan, di mana bagiannya saling terkait dan
masing-masingnya mempunyai efek timbal balik.

Pikiran bersahaja manusia masa itu belum mengetahui
rahasia penyembahan kepada Allah Yang Esa dan tidak
menyadari bahwa Allah yang menguasai alam semesta
adalah Tuhan Yang Mahakuasa dan Mahatahu, Pencipta yang
bebas dari segala kelemahan dan cacat. Kekuasaan,
kesempurnaan, pengetahuan, dan kebijaksanaanNya tiada
berbatas. Ia di atas segala sesuatu yang dianggapkan
kepada-Nya. Tak ada kesempurnaan yang tidak Ia miliki.
Tak ada kemungkinan yang tak dapat diciptakan-Nya. Ia
adalah Allah Yang Esa yang mampu menciptakan segala
makhluk dan fenomena tanpa bantuan dan dukungan siapa
pun. Ia dapat menciptakan makhluk lain dengan cara yang
sama sebagaimana Ia menciptakan makhluk-makhluk yang
ada sekarang.

Karena itu, secara nalar, adanya perantaraan dari suatu
wewenang yang dapat mengurangi kemandirian kehendak
Allah yang tidak bersekutu, tidak dapat diterima.
Kepercayaan bahwa alam semesta mempunyai dua pencipta,
yang satu merupakan sumber kebaikan dan cahaya sedang
yang satu lagi merupakan sumber kejahatan dan
kegelapan, juga tak dapat diterima. Kepercayaan bahwa
ada perantaraan oleh seseorang, seperti Maryam dan
'Isa, dalam hal penciptaan alam semesta, atau bahwa
pengaturan tatanan dunia fisik telah dikuasakan pada
seorang manusia, merupakan manifestasi syirik dan
kelebih-lebihan. Penganut tauhid, dengan rasa hormat
yang sewajarnya kepada para nabi dan orang suci,
memelihara keyakinan pada Pencipta Alam Semesta, dan
tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Metode yang digunakan para nabi untuk memberi pelajaran
dan tuntutan kepada manusia ialah metode logika dan
penalaran, karena mereka berurusan dengan pikiran
manusia. Mereka berhasrat mendirikan pemerintahan yang
didasarkan pada keimanan, pengetahuan, dan keadilan,
dan pemerintahan semacam itu tak dapat didirikan
melalui kekerasan, peperangan, dan pertumpahan darah.
Oleh karena itu, kita harus membedakan pemerintahan
para nabi dengan pemerintahan Fir'aun dan Namrud.
Tujuan dari kelompok yang kedua ini ialah amannya
kekuasaan dan pemerintahan mereka dengan segala cara
yang mungkin, sekalipun negara akan runtuh setelah
mereka mati. Sebaliknya, orang-orang suci bermaksud
mendirikan pemerintahan yang membawa maslahat pada
individu maupun masyarakat, baik penguasa itu kuat atau
lemah pada suatu waktu tertentu, sementara ia hidup
maupun sesudah ia mati. Tujuan semacam itu tentu saja
tak dapat dicapai dengan kekerasan dan tekanan.

Ibrahim pertama-tama berjuang melawan kepercayaan kaum
kerabatnya yang menyembah berhala, di mana Azar
merupakan pentolannya. Sebelum mencapai keberhasilan
penuh dalam bidang ini, ia sudah harus berjuang pada
bidang operasi lainnya. Taraf pemikiran kelompok yang
kedua ini agak lebih tinggi dan lebih jelas dari yang
pertama. Berlawanan dengan agama para famili Ibrahim,
mereka ini telah membuang makhluk-makhluk duniawi yang
hina dan tak berharga, lalu memuja bintang di langit.
Ketika melawan pemujaan bintang, Ibrahim menyatakan
dengan kata-kata sederhana sejumlah kebenaran filosofis
dan ilmiah yang belum dipahami oleh manusia di zaman
itu, bahkan sekarang pun argumennya menimbulkan
kekaguman para sarjana yang sangat mengenal seni logika
dan perdebatan. Di atas semua ini, Al-Qur'an juga telah
mengutip argumen-argumen Ibrahim, dan kami mendapat
kehormatan untuk mengutipnya dengan penjelasan singkat.

Untuk dapat menuntun masyarakatnya, suatu malam Ibrahim
menatap ke langit di saat terbenamnya matahari dan
terus terjaga hingga ia terbenam lagi di hari
berikutnya. Selama 24 jam ini ia berdebat dan
berdiskusi dengan tiga kelompok, dan menyalahkan
kepercayaan mereka dengan argumen-argumennya yang kuat.

Kegelapan malam mendekat dan menyembunyikan segala
tanda kehidupan. Bintang Venus yang cemerlang muncul
dari suatu sudut cakrawala. Untuk merebut hati para
pemuja Venus, Ibrahim menyesuaikan diri dengan mereka
dan mengikuti garis pikiran mereka seraya mengatakan,
"Itu adalah pemeliharaku." Namun, ketika bintang itu
tenggelam dan menghilang di suatu sudut, ia berkata,
"Saya tak dapat menerima tuhan yang tenggelam." Dengan
penalarannya yang alami, ia menolak kepercayaan para
pemuja Venus dan membuktikan kebatilannya.

Pada tahap berikutnya, matanya tertuju pada bundaran
bulan yang bercahaya terang dengan keindahannya yang
memukau. Dengan maksud merebut hati pemuja bulan,
secara lahiriah ia bersikap seakan bulan itu tuhan,
tapi kemudian ia merontokkan kepercayaan itu dengan
logikanya yang kuat. Demikianlah, ketika Yang Mahakuasa
membenamkan bulan itu di balik cakrawala, dan cahaya
serta keindahannya lenyap dari muka bumi, maka tanpa
menyinggung perasaan para pemuja bulan itu, Ibrahim
berkata, "Apabila Tuhanku yang sesungguhnya tidak
membimbing aku, tentulah aku tersesat, karena tuhan ini
terbenam seperti bintang dan tunduk pada suatu tatanan
dan sistem yang pasti yang dibentuk oleh sesuatu yang
lain."

Kegelapan malam berakhir dan matahari pun muncul,
membuka cakrawala, dan menyebarkan sinar keemasannya ke
muka bumi. Para pemuja matahari memalingkan wajah
mereka kepada tuhannya. Untuk menaati aturan
perdebatan, Ibrahim juga bersikap seolah mengakui
ketuhanan matahari. Namun, terbenamnya matahari
mengukuhkan bahwa ia tunduk pada suatu sistem alam
semesta yang umum, dan Ibrahim secara terbuka
menolaknya sebagai yang patut disembah.(lihat QS,
al-An'am, 6:75-79)

Tak diragukan bahwa saat tinggal di gua, melalui
anugerah Ilahi yang luar biasa, Ibrahim mendapatkan
dari sumber yang gaib pengetahuan batin tentang tauhid,
yang merupakan kekhususan para nabi. Namun, setelah
memperhatikan dan mengkaji benda-benda langit, ia juga
memberikan bentuk argumentasi pada pengetahuan itu.
Dengan demikian, di samping menunjukkan jalan yang
benar kepada manusia dan memberikan kepada mereka
sarana bimbingan, Ibrahim telah meninggalkan
pengetahuan yang tak ternilai untuk digunakan oleh
orang-orang yang mencan kebenaran dan realitas.

Jumat, 23 April 2010

Undangan Pengajian April


Assalamu'alaikum Wr Wb

Mengharap kehadiran bapak/ibu/saudara dalam acara pengajian rutin pada:
Hari : Ahad, 25 April 2010
Waktu : 8.30 WIB
Tmpt : Ibu Anik T, S.Pd Jl Bone Barat Utama NO 19 RT 1 RW VI Banyuanyar
Telp 0271 716561
Pembicara : Ustad. H Ahmad Yani, M. Ag

Atas perhatian dan kehadiran bapak/ibu/saudara kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu'alaikum


Surakarta, 22 April 2010
Sekretaris

Muh Fauzan, P.S, S,Pd

Ketua
Bambang BS, S.Pd

Kepala Sekolah
Prih Sasonodadi, S.Pd

Selasa, 13 April 2010

Galeri I

Para jamaah membaca juz'ama sebelum mengikuti tausiah ustadz Subhan di kediamannya Ibu Nur Rohimah Sumber.
Bapak kepala Sekolah bersama wakil sedang menyimak siraman ruhani yang disampaikan ustadz Subhan
Suasana pengajian di kediamannya ibu Endang di perumahan Jaten Karanganyara
Membaca juz'amma sebelum siraman ruhani

Pengajian di rumahnya Bu Nur Rohimah

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Mengharap kehadirannya Bapak/Ibu/Saudara dalam acara rutin pengajian pada :

Hari / Tanggal : Ahad 17 Januari 2010
Waktu : Pukul 08.30 WIB
Tempat : Di rumah Nur Rochimah, B.A
Alamat : Jl. Mataram Utama No 16 Telp Telp 0271 735918
Pembicara : Ustadz Muhammad Subhan S.Ag

Atas perhatian dan kehadiran Bapak/Ibu/Saudara kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu'alaikum Wr.Wb

Hormat Kami,

Bambang Budi Setyo, S.Pd (Ketua)
Muh Fauzan P, S.Pd (Sekretaris)
Drs Joko Slameto, M.Pd (Kepala Sekolah)

Assalamu'alaikum Wr Wb.

Dalam pengajian di rumahnya Bu. Nur Rohimah (mantan guru agama Islam) yangmana mendatangkan seorang pembica Bp Subhan dengan suara agak mirip mubaligh kondang KH Zainudin MZ. Beliau menyampaikan beberapa tausiah berkenaan dengan musim hujan dipandang dari segi ibadah. Dimana ada beberapa kegiatan ibadah dapat menjadi mudah dan khusuk pada saat musim hujan umpamanya :
1. Kaum muslimin akan enteng menjalankan puasa.
2. Kekhusukan sholat akan terbantu karena suara disekitar kita tertutupi jatuhnya air dari langit.
3. Melunakan hati yang keras. Maka inilah kesempatan untuk menasihati mereka yang berhati keras.
Disamping itu beliau juga mencapaikan tiga hal yang harus dikerjakan oleh orang yang berakal:
1. Menggunakan kesempatan untuk Tholabul ilmi
2. Mempunyai usaha semacam dagang
3. Menngunakan waktunya untuk ibadah.
Itulah point-point yang bisa diintisarikan dalam pengajian SMPN 17 pada tgl 17 Januari 2010. Kemudian pengajian pada bulan Februari akan bertempat di dalemnya Ibu. Suyamti MPd.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb